Sunday, May 4, 2014

Sistem Pengendalian manajemen

Manajemen adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efesien dan efektif.Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.Mary Parker Follet, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadual.
Untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien sesui dengan vsi dan misi dari sebuah perusahaan dibutuhkan perencanaan yang baik dari perusahaan melalui manajemen.Manajemen yang baik memiliki pengendalian manajemen yang baik.Pengendalian manajemen merupakan proses dimana para manajer mempengaruhi anggota organisasi lainnya untuk mengimplementasikan strategi organisasi (Anthony dan Govindarajan, 2004).Para manajer memiliki tujuan pribadi dan juga tujuan organisasi.Masalah pengendalian utama adalah bagaimana mempengaruhi manajer untuk bertindak demi pencapaian tujuan pribadi mereka dengan sedemikian rupa sekaligus juga membantu pencapaian tujuan organisasi sehingga tujuan anggota organisasi konsisten dengan tujuan organisasi demi tercapainya keselarasan tujuan (goal congruence).

Kualitas Sebagai Kompenen Pengendalian
            Kualitas memiliki berbagai definisi yang berbeda dan belum memiliki defenisi yang diterima secara global.Kualitas tidak hanya dinilai dari sudut pandang ataupun perusahaan tetapi dapat ditinjau berdasarkan perbandingan produk, nilai dan tingkat kepentingannya. Meski tak memliki definisi yang diterima secara universal namun dari berbagai definisi itu memiliki kesamaan, yaitu adanya unsur-unsur: (1) kualitas yang dimaksud untuk memenuhi dan melebihi harapan pelanggan, (2) kualitas meliputi produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan, (3) kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang selalu berubah. Kualitas harus mengalami perbaikan yang kontinu karena produk yang dianggap berkualitas pada saat ini mungkin akan dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang.
            Dalam tulisan ini dipertimbangkan tiga komponen pengendalian atau subsistem dari SPM yaitu: quality goal, quality feedback, dan quality incentive yang digunakan untuk mengetahui kualitas pengendalian dari sistem pengendalian manajemen. Peningkatkan outcome sesuai dengan yang diharapkan atau ditentukan oleh perushaan merupakan salah satu kondisi yang menunjukkan bahwa keadaan system pengendalian manajemen memiliki tingkat kesuksesan yang baik.Pandangan ini sesuai dengan pandangan Flamholtz (1996) dan Maiga dan Jacob (2005) yang menyatakan bahwa sistem pengendalian akan mempengaruhi arah dan tingkat usaha yang ditunjukkan oleh individual.
            Quality goalbisa dilihat sebagai tujuan atau tingkat kinerja yang individu atau organisasi yang harus dicapai (Locke et al, 1981).Quality feedback dipikirkan untuk memenuhi beberapa fungsi dan biasanya menunjuk pada informasi mengenai sebuah tingkatan dari kinerja atau cara dan efisiensi dimana proses kinerja dilakukan (Kluger dan DeNisi, 1996). Quality incentive didefinisikan sebagai sistem pengakuan dan sistem penghargaan untuk mengakui adanya perbaikan kualitas dari kelompok dan individu (Spreitzer dan Mishra, 1999; Ittner dan Larcker, 1995).
            Kualitas produk melalui pengujian reliabilitas internal harus dihubungkan dengan pengalaman para pelanggan yang menggunakan produk (Ahire dan Dreyfus 2000).Kinerja dan reliability dari produk juga harus berhubungan dengan kualitas eksternal yang merupakan indikator dari kepuasan pelanggan (seperti komplain, jaminan, dan litigasi) sebagai kepuasan yang berhubungan dengan perspektif pelanggan dari produk pada pemakaian aktual.Dalam penelitian ini, kualitas eksternal digunakan sebagai proksi untuk kepuasan pelanggan sebab kegagalan eksternal yang lebih rendah berhubungan dengan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi.

1.  QUALITY GOAL DAN KUALITAS KINERJA
Organisasi umumnya menggunakan ukuran keuangan dan non-keuangan untuk memotivasi manajer memenuhi quality goal (Eccles, 1991).Hal yang menarik pada studi sebelumnya oleh Wexley dan Yukl (1984) untuk sasaran teori, merekomendasikan bahwa pekerja harus memiliki sasaran kinerja spesifik untuk memandu perilaku. Pada studi eksperimen, Harell dan Tuttle (2001) menggunakan mahasiswa yang berperan sebagai pekerja, dalam aturan pekerja (role of workers) dan hasilnya menunjukkan bahwa dengan memberikan komunikasi sasaran prioritas kepada pekerja dapat mempengaruhi prioritas mereka dalam mencapai pemenuhan sasaran tersebut. Praktik manufaktur terkini menyandarkan pada pekerja untuk proses perbaikan, dan usaha mereka bisa memandu komunikasi pada quality goal. Komunikasi dari kualitas produk unit bisnis meningkatkan sasaran tujuan dan diharapkan dapat mempengaruhi arah dari usaha yang dilakukan pekerja selanjutnya dalam meningkatkan kualitas produk unit mereka. Berdasarkan uraian diatas, maka kesimpulannya adalah:
“Peningkatan komunikasi mengenai quality goal yang didasarkan pada produk sisa, pekerjaan ulang, dan defect untuk pekerja pabrik akan berhubungan secara positif dengan kualitas kinerja.”

2.  QUALITY FEEDBACK DAN KUALITAS KINERJA
Feedback terhadap kinerja diperlukan untuk memungkinkan para karyawan menentukan hubungan antara perilaku mereka sendiri dan outcomes dari proses produksi (Baker, 1988). Lebih luas, para karyawan menerima dan menggunakan feedback tersebut sebagai subyek dari pemeriksaan dan pengendalian terbaru (Renn dan Fedor, 2001). Dalam istilah yang mempengaruhi perilaku pekerja, feedback menurunkan kekuatan motivasi hampir secara ekslusif dari informasi yang disediakan tentang kinerja para karyawan tentang tingkatan kejelasan peran suatu tugas yang akan dilakukan (Kluger dan DeNisi, 1996; Earley et al, 1990; Bandura, 1986). Penelitian perilaku organisasi menunjukkan bahwa feedback membantu meningkatkan perilaku yang berorientasi pada tugas (Ashford dan Cummings, 1983; Ilgen et al, 1979).Penetapan dan penggunaan quality feedback non-keuangan pada manajemen manufaktur mendukung argumen Kaplan (1983) dan Howell dan Soucy (1987) bahwa operasi yang tepat waktu dan feedback operasi yang relevan diperlukan untuk menunjukkan kualitas dari manajemen. Informasi kualitas seperti tingkat produk sisa, pekerjaan ulang,dan defect bisa memberikan suatu dasar untuk mendeteksi kesalahan dan petunjuk mengenai area untuk perbaikan (Outley dan Berry 1980; Ashford dan Tsui 1991). Untuk memahami hubungan antara quality feedback dan kualitas kinerja, maka kesimpulannya adalah:
“Frekuensi dari quality feedback akan berhubungan secara positif dengan kualitas kinerja.”

3.  QUALITY INCENTIVE DAN KUALITAS KINERJA
Insentif meliputi baik dimensi keuangan dan non-keuangan dari struktur insentif, dimana ini konsisten dengan teori classic utility.Govindarajan dan Gupta (1985) menyatakan bahwa ketika penghargaan yang diterima dikaitkan pada ukuran kinerja spesifik, perilaku dipandu dan diarahkan pada keinginan untuk optimisasi ukuran kinerja. Sesuai dengan teori keagenan, ukuran non-keuangan harus dilibatkan dalam kontrak kompensasi manajemen (subjek pada kos dan resiko yang dikenakan pada manajer mereka). Jika ukuran memberikan informasi incremental tentang tindakan manajer diluar yang disampaikan melalui ukuran keuangan.
Organisasi merealisasi kebutuhan untuk fokus kembali pada skema penghargaan yang menekankan tujuan kualitas. Studi empiris mendukung adanya hubungan yang positif antara total quality management (TQM) dan penggunaan ukuran non-keuangan dengan sistem penghargaan. Bagaimanapun, fakta empiris mendukung dihipotesiskannya manfaat kinerja dari praktik pengukuran ini adalah paling baik marjinal.Studi Symons dan Jacobs (1995) tentang TQM yang didasari sistem penghargaan untuk pekerja produksi menemukan bahwa kinerja operasi meningkat. Ini menunjukkan bahwa ketika ukuran non-keuangan dilibatkan dalam kontrak kompensasi, pekerja akan lebih mensejajarkan secara dekat usaha mereka sepanjang dimensi yang ditekankan oleh ukuran, hasil dalam perbaikan dalam kinerja (Banker et al, 2000).
Didasari pada argumen ini, diharapkan sistem kualitas yang berhubungan dengan incentive secara positif akan berhubungan dengan perbaikan kualitas dengan fokus pada perhatian pekerja dan usaha-usaha atas quality goal yang dikomunikasikan dan pada ukuran feedback dari bagaimana mereka memenuhi sasaran. Sehingga dirumuskan sebagai berikut:
“Suatu peningkatan dalam quality incentive secara positif berhubungan dengan kualitas kinerja.”

4.  KUALITAS KINERJA DAN KEPUASAN PELANGGAN
Pelanggan memberikan kesan tentang suatu produk perusahaan didasarkan pada pengalaman mereka dalam penggunaan produk tersebut.Literatur terdahulu menyatakan bahwa kinerja dari produk harus menghasilkan kualitas eksternal yang merupakan indikator dari kepuasan pelanggan (misal komplain, jaminan, dan litigasi) dan persentase yang rendah dari produk cacat membantu perusahaan untuk menguatkan kembali pengalaman pelanggan yang positif.Hardie menyatakan bahwa kinerja dari produk bisa mempengaruhi indikator kualitas eksternal dari kepuasan pelanggan dan suatu persentase yang lebih rendah dari produk yang cacat (defective) bisa membantu perusahaan menguatkan kembali (reinforce) pengalaman pelanggan yang positif dan kualitas dari produk melalui pengujian internal dari reliability dapat mempengaruhi pengalaman pelanggan yang menggunakan produk.
Hubungan positif yang diharapkan antara kualitas kinerja dan kepuasan pelanggan adalah konsisten dengan teori rational expectation.Cronin dan Taylor (1992) menemukan hubungan jalur (path) yang kuat dan positif antara keseluruhan kualitas dan pelanggan
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kualitas kinerja produk, dalam bentuk mengurangi produk sisa, pekerjaan ulang, dan produk cacat, bisa mempengaruhi kepuasan pelanggan melalui peningkatan realisasi pelanggan, yang mana ada perbedaan positif antara total utility yang diterima oleh pengalaman produk dan pengorbanan pelanggan untuk menerima utility. Kesimpulannya  sebagai berikut:
“Kualitas kinerja berhubungan secara positif dengan kepuasan pelanggan.”

5.  KUALITAS KINERJA DAN KINERJA KEUANGAN
Studi terkini dalam akuntansi juga mengalamatkan pengaruh dari kualitas kinerja atas kinerja keuangan.Nagar dan Rajan menguji hubungan antara penjualan masa datang dan ukuran current non-keuangan (produk cacat dan on-time delivery) dan keuangan (internal dan external failure loss) dari kualitas untuk suatu perusahaan manufaktur.Mereka menemukan bahwa baik ukuran keuangan dan non-keuangan secara signifikan memprediksi penjualan satu kuartal kedepan; bagaimanapun, ukuran non-keuangan mendominasi pengaruh dari ukuran keuangan ketika keduanya dimasukkan dalam analisis. Untuk penjualan empat kuartal kedepan, kedua ukuran memiliki kekuatan penjelas dalam suatu kombinasi regresi, menyatakan bahwa mereka melengkapi satu dengan lain.
Walaupun literatur memandang hubungan antara kualitas kinerja dan kinerja keuangan adalah tidak conclusive, diperkirakan perusahaan lebih suka untuk berinisiatif meningkatkan kualitas kinerja jika mereka mengharapkan kualitas kinerja dapat meningkatkan revenues lebih dari beberapa perbaikan dalam kos yang berhubungan, ini disebut proses capital-rationing yang rational. Oleh karena itu, diharapkan suatu hubungan positif yang signifikan antara kualitas kinerja dan kinerja keuangan.Kesimulan dari pembahasan ini adalah:
“Kualitas kinerja berhubungan secara positif dengan kinerja keuangan.”

6.  KEPUASAN PELANGGAN DAN KINERJA KEUANGAN
Perbaikan dalam orientasi pelanggan-pelanggan ukuran non-keuangan diharapkan untuk menghasilkan peningkatan revenue (Fornell, 1992; Hauser et al, 1994). Penelitian sebelumnya menghubungkan kepuasan pelanggan pada kinerja keuangan menunjukkan hasil yang mixed. Anderson et al (1994) dan Anderson et al (1997) pada sisi lain, mengajukan suatu hubungan yang serentak antar kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan dan menemukan hubungan positif yang serentak antara kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan dan menemukan hubungan positif serentak antara kepuasan pelanggan dan return on investment di perusahaan manufakturing Swedia. Perera et al (1997) menemukan bahwa penggunaan ukuran non-keuangan adalah berhubungan dengan kinerja keuangan yang ditingkatkan untuk perusahaan menyusul kepuasan pelanggan.Ittner dan Larcker (1998a) menguji hubungan antara kepuasan pelanggan kepuasan pelanggan dan kinerja perusahaan dengan menggunakan level pelanggan, unit bisnis, dan tingkat data perusahaan. Mereka menemukan beberapa bukti bahwa ukuran kepuasan pelanggan level perusahaan berhubungan dengan nilai pasar perusahaan terkini, tetapi tidak serentak dengan ukuran akuntansi. Behn dan Riley (1999) menemukan bahwa kepuasan pelanggan adalah berhubungan secara serentak dengan kinerja keuangan di industri penerbangan di Amerika Serikat. Kontrasnya, survei Ittner dan Larcker (1998b) menyatakan bahwa beberapa perusahaan tidak berpengalaman berhubungan signifikan antara pelanggan satifaction dan akuntansi secara serentak dan market returns. Foster dan Gupta (1997) menemukan hubungan yang positif, negatif, atau insignifikan antara ukuran kepuasan pelanggan untuk individual pelanggan dari suatu distributor makanan yang besar. Lalu, hubungan antara kepuasan pelanggan dan kinerja perusahaan ditemukan secara serentak insignifikan dan/ atau positif.
Studi ini fokus pada pengaruh kepuasan pelanggan atas kinerja keuangan unit bisnis, mengendalikan variabel lainnya. Dengan fokus pada manufaktur unit bisnis, diharapkan bahwa beberapa kos meningkatkan sampai pada jaminan, litigasi, dan komplain pelanggan akan lebih rendah lalu berkorespondensi dengan peningkatan revenue dan profit akan meningkat. Kesimpulannya adalah:
“Kepuasan pelanggan akan berhubungan secara positif dengan kinerja keuangan.”

Kesimpulan
Untuk meningkatan kinerja keuangan, manajer produksi dan pemasaran harus mempertimbangkan quality goal, quality feedback dan quality incentive terhadap produk sisa, pekerjaan ulang, dan efect yang secara positif akan meningkatkan kualitas kinerja dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Kualitas kinerja juga akan berhubungan positif dengan meningkatnya kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk yang dihasilkan. Peningkatan kualitas kinerja sendiri sebagai ukuran non-keuangan dan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi akan produk pada akhirnya berhubungan positif dalam meningkatkan kinerja keuangan sebagai ukuran keuangan yang didasarkan pada meningkatnya tingkat pertumbuhan penjualan, laba perusahaan, dan return on assets walaupun tidak signifikan hubungannya

Peningkatan kinerja keuangan, kepuasan pelanggan , kualitas kinerja dan kualitas produk adalah satu bukti bahwa system pengendalian berjalan dengan baik. Informasi yang bersumber dari top management tersampaikan dengan baik hingga ke tingkat operational management. Serta visi misi perusahaan berjalan beriringan dengan tujuan para pekerjanya.

0 Komentar:

Post a Comment