Manajemen
adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada
sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan
maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efesien dan efektif.Kata
Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni
melaksanakan dan mengatur.Mary Parker Follet, mendefinisikan manajemen sebagai
seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa
seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai
tujuan organisasi.Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber
daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti
bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti
bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan
jadual.
Untuk
mencapai tujuan yang efektif dan efisien sesui dengan vsi dan misi dari sebuah
perusahaan dibutuhkan perencanaan yang baik dari perusahaan melalui
manajemen.Manajemen yang baik memiliki pengendalian manajemen yang baik.Pengendalian
manajemen merupakan proses dimana para manajer mempengaruhi anggota organisasi
lainnya untuk mengimplementasikan strategi organisasi (Anthony dan
Govindarajan, 2004).Para manajer memiliki tujuan pribadi dan juga tujuan
organisasi.Masalah pengendalian utama adalah bagaimana mempengaruhi manajer
untuk bertindak demi pencapaian tujuan pribadi mereka dengan sedemikian rupa
sekaligus juga membantu pencapaian tujuan organisasi sehingga tujuan anggota
organisasi konsisten dengan tujuan organisasi demi tercapainya keselarasan tujuan
(goal congruence).
Kualitas
Sebagai Kompenen Pengendalian
Kualitas memiliki berbagai definisi
yang berbeda dan belum memiliki defenisi yang diterima secara global.Kualitas
tidak hanya dinilai dari sudut pandang ataupun perusahaan tetapi dapat ditinjau
berdasarkan perbandingan produk, nilai dan tingkat kepentingannya. Meski tak
memliki definisi yang diterima secara universal namun dari berbagai definisi
itu memiliki kesamaan, yaitu adanya unsur-unsur: (1) kualitas yang dimaksud
untuk memenuhi dan melebihi harapan pelanggan, (2) kualitas meliputi produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan, (3) kualitas adalah suatu kondisi
dinamis yang selalu berubah. Kualitas harus mengalami perbaikan yang kontinu karena
produk yang dianggap berkualitas pada saat ini mungkin akan dianggap kurang
berkualitas pada masa mendatang.
Dalam tulisan ini dipertimbangkan
tiga komponen pengendalian atau subsistem dari SPM yaitu: quality goal, quality
feedback, dan quality incentive yang digunakan untuk mengetahui kualitas pengendalian
dari sistem pengendalian manajemen. Peningkatkan outcome sesuai dengan yang
diharapkan atau ditentukan oleh perushaan merupakan salah satu kondisi yang
menunjukkan bahwa keadaan system pengendalian manajemen memiliki tingkat
kesuksesan yang baik.Pandangan ini sesuai dengan pandangan Flamholtz (1996) dan
Maiga dan Jacob (2005) yang menyatakan bahwa sistem pengendalian akan
mempengaruhi arah dan tingkat usaha yang ditunjukkan oleh individual.
Quality
goalbisa dilihat sebagai tujuan atau tingkat kinerja yang individu atau
organisasi yang harus dicapai (Locke et al, 1981).Quality feedback dipikirkan untuk memenuhi beberapa fungsi dan
biasanya menunjuk pada informasi mengenai sebuah tingkatan dari kinerja atau
cara dan efisiensi dimana proses kinerja dilakukan (Kluger dan DeNisi, 1996). Quality incentive didefinisikan sebagai
sistem pengakuan dan sistem penghargaan untuk mengakui adanya perbaikan
kualitas dari kelompok dan individu (Spreitzer dan Mishra, 1999; Ittner dan
Larcker, 1995).
Kualitas produk melalui pengujian
reliabilitas internal harus dihubungkan dengan pengalaman para pelanggan yang
menggunakan produk (Ahire dan Dreyfus 2000).Kinerja dan reliability dari produk
juga harus berhubungan dengan kualitas eksternal yang merupakan indikator dari
kepuasan pelanggan (seperti komplain, jaminan, dan litigasi) sebagai kepuasan
yang berhubungan dengan perspektif pelanggan dari produk pada pemakaian
aktual.Dalam penelitian ini, kualitas eksternal digunakan sebagai proksi untuk
kepuasan pelanggan sebab kegagalan eksternal yang lebih rendah berhubungan
dengan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi.
1. QUALITY GOAL DAN KUALITAS KINERJA
Organisasi
umumnya menggunakan ukuran keuangan dan non-keuangan untuk memotivasi manajer memenuhi
quality goal (Eccles, 1991).Hal yang menarik pada studi sebelumnya oleh Wexley
dan Yukl (1984) untuk sasaran teori, merekomendasikan bahwa pekerja harus
memiliki sasaran kinerja spesifik untuk memandu perilaku. Pada studi
eksperimen, Harell dan Tuttle (2001) menggunakan mahasiswa yang berperan
sebagai pekerja, dalam aturan pekerja (role of workers) dan hasilnya
menunjukkan bahwa dengan memberikan komunikasi sasaran prioritas kepada pekerja
dapat mempengaruhi prioritas mereka dalam mencapai pemenuhan sasaran tersebut.
Praktik manufaktur terkini menyandarkan pada pekerja untuk proses perbaikan,
dan usaha mereka bisa memandu komunikasi pada quality goal. Komunikasi dari
kualitas produk unit bisnis meningkatkan sasaran tujuan dan diharapkan dapat
mempengaruhi arah dari usaha yang dilakukan pekerja selanjutnya dalam
meningkatkan kualitas produk unit mereka. Berdasarkan uraian diatas, maka
kesimpulannya adalah:
“Peningkatan komunikasi mengenai quality
goal yang didasarkan pada produk sisa, pekerjaan ulang, dan defect untuk
pekerja pabrik akan berhubungan secara positif dengan kualitas kinerja.”
2. QUALITY FEEDBACK DAN KUALITAS KINERJA
Feedback
terhadap kinerja diperlukan untuk memungkinkan para karyawan menentukan
hubungan antara perilaku mereka sendiri dan outcomes dari proses produksi
(Baker, 1988). Lebih luas, para karyawan menerima dan menggunakan feedback
tersebut sebagai subyek dari pemeriksaan dan pengendalian terbaru (Renn dan
Fedor, 2001). Dalam istilah yang mempengaruhi perilaku pekerja, feedback
menurunkan kekuatan motivasi hampir secara ekslusif dari informasi yang
disediakan tentang kinerja para karyawan tentang tingkatan kejelasan peran
suatu tugas yang akan dilakukan (Kluger dan DeNisi, 1996; Earley et al, 1990;
Bandura, 1986). Penelitian perilaku organisasi menunjukkan bahwa feedback
membantu meningkatkan perilaku yang berorientasi pada tugas (Ashford dan
Cummings, 1983; Ilgen et al, 1979).Penetapan dan penggunaan quality feedback
non-keuangan pada manajemen manufaktur mendukung argumen Kaplan (1983) dan
Howell dan Soucy (1987) bahwa operasi yang tepat waktu dan feedback operasi
yang relevan diperlukan untuk menunjukkan kualitas dari manajemen. Informasi
kualitas seperti tingkat produk sisa, pekerjaan ulang,dan defect bisa
memberikan suatu dasar untuk mendeteksi kesalahan dan petunjuk mengenai area
untuk perbaikan (Outley dan Berry 1980; Ashford dan Tsui 1991). Untuk memahami
hubungan antara quality feedback dan kualitas kinerja, maka kesimpulannya
adalah:
“Frekuensi dari quality feedback akan
berhubungan secara positif dengan kualitas kinerja.”
3. QUALITY INCENTIVE DAN KUALITAS KINERJA
Insentif
meliputi baik dimensi keuangan dan non-keuangan dari struktur insentif, dimana
ini konsisten dengan teori classic utility.Govindarajan dan Gupta (1985)
menyatakan bahwa ketika penghargaan yang diterima dikaitkan pada ukuran kinerja
spesifik, perilaku dipandu dan diarahkan pada keinginan untuk optimisasi ukuran
kinerja. Sesuai dengan teori keagenan, ukuran non-keuangan harus dilibatkan
dalam kontrak kompensasi manajemen (subjek pada kos dan resiko yang dikenakan
pada manajer mereka). Jika ukuran memberikan informasi incremental tentang tindakan
manajer diluar yang disampaikan melalui ukuran keuangan.
Organisasi
merealisasi kebutuhan untuk fokus kembali pada skema penghargaan yang
menekankan tujuan kualitas. Studi empiris mendukung adanya hubungan yang
positif antara total quality management (TQM) dan penggunaan ukuran
non-keuangan dengan sistem penghargaan. Bagaimanapun, fakta empiris mendukung
dihipotesiskannya manfaat kinerja dari praktik pengukuran ini adalah paling
baik marjinal.Studi Symons dan Jacobs (1995) tentang TQM yang didasari sistem
penghargaan untuk pekerja produksi menemukan bahwa kinerja operasi meningkat.
Ini menunjukkan bahwa ketika ukuran non-keuangan dilibatkan dalam kontrak
kompensasi, pekerja akan lebih mensejajarkan secara dekat usaha mereka
sepanjang dimensi yang ditekankan oleh ukuran, hasil dalam perbaikan dalam
kinerja (Banker et al, 2000).
Didasari
pada argumen ini, diharapkan sistem kualitas yang berhubungan dengan incentive
secara positif akan berhubungan dengan perbaikan kualitas dengan fokus pada
perhatian pekerja dan usaha-usaha atas quality goal yang dikomunikasikan dan
pada ukuran feedback dari bagaimana mereka memenuhi sasaran. Sehingga
dirumuskan sebagai berikut:
“Suatu peningkatan dalam quality
incentive secara positif berhubungan dengan kualitas kinerja.”
4. KUALITAS KINERJA DAN KEPUASAN PELANGGAN
Pelanggan
memberikan kesan tentang suatu produk perusahaan didasarkan pada pengalaman
mereka dalam penggunaan produk tersebut.Literatur terdahulu menyatakan bahwa
kinerja dari produk harus menghasilkan kualitas eksternal yang merupakan
indikator dari kepuasan pelanggan (misal komplain, jaminan, dan litigasi) dan
persentase yang rendah dari produk cacat membantu perusahaan untuk menguatkan
kembali pengalaman pelanggan yang positif.Hardie menyatakan bahwa kinerja dari
produk bisa mempengaruhi indikator kualitas eksternal dari kepuasan pelanggan
dan suatu persentase yang lebih rendah dari produk yang cacat (defective) bisa
membantu perusahaan menguatkan kembali (reinforce) pengalaman pelanggan yang
positif dan kualitas dari produk melalui pengujian internal dari reliability
dapat mempengaruhi pengalaman pelanggan yang menggunakan produk.
Hubungan
positif yang diharapkan antara kualitas kinerja dan kepuasan pelanggan adalah
konsisten dengan teori rational expectation.Cronin dan Taylor (1992) menemukan
hubungan jalur (path) yang kuat dan positif antara keseluruhan kualitas dan
pelanggan
Oleh
karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kualitas kinerja produk, dalam
bentuk mengurangi produk sisa, pekerjaan ulang, dan produk cacat, bisa
mempengaruhi kepuasan pelanggan melalui peningkatan realisasi pelanggan, yang
mana ada perbedaan positif antara total utility yang diterima oleh pengalaman
produk dan pengorbanan pelanggan untuk menerima utility. Kesimpulannya sebagai berikut:
“Kualitas kinerja berhubungan secara
positif dengan kepuasan pelanggan.”
5. KUALITAS KINERJA DAN KINERJA KEUANGAN
Studi
terkini dalam akuntansi juga mengalamatkan pengaruh dari kualitas kinerja atas
kinerja keuangan.Nagar dan Rajan menguji hubungan antara penjualan masa datang
dan ukuran current non-keuangan (produk cacat dan on-time delivery) dan
keuangan (internal dan external failure loss) dari kualitas untuk suatu
perusahaan manufaktur.Mereka menemukan bahwa baik ukuran keuangan dan
non-keuangan secara signifikan memprediksi penjualan satu kuartal kedepan;
bagaimanapun, ukuran non-keuangan mendominasi pengaruh dari ukuran keuangan
ketika keduanya dimasukkan dalam analisis. Untuk penjualan empat kuartal
kedepan, kedua ukuran memiliki kekuatan penjelas dalam suatu kombinasi regresi,
menyatakan bahwa mereka melengkapi satu dengan lain.
Walaupun
literatur memandang hubungan antara kualitas kinerja dan kinerja keuangan
adalah tidak conclusive, diperkirakan perusahaan lebih suka untuk berinisiatif
meningkatkan kualitas kinerja jika mereka mengharapkan kualitas kinerja dapat
meningkatkan revenues lebih dari beberapa perbaikan dalam kos yang berhubungan,
ini disebut proses capital-rationing yang rational. Oleh karena itu, diharapkan
suatu hubungan positif yang signifikan antara kualitas kinerja dan kinerja
keuangan.Kesimulan dari pembahasan ini adalah:
“Kualitas kinerja berhubungan secara
positif dengan kinerja keuangan.”
6. KEPUASAN PELANGGAN DAN KINERJA KEUANGAN
Perbaikan
dalam orientasi pelanggan-pelanggan ukuran non-keuangan diharapkan untuk
menghasilkan peningkatan revenue (Fornell, 1992; Hauser et al, 1994).
Penelitian sebelumnya menghubungkan kepuasan pelanggan pada kinerja keuangan
menunjukkan hasil yang mixed. Anderson et al (1994) dan Anderson et al (1997) pada
sisi lain, mengajukan suatu hubungan yang serentak antar kepuasan pelanggan dan
kinerja keuangan dan menemukan hubungan positif yang serentak antara kepuasan
pelanggan dan kinerja keuangan dan menemukan hubungan positif serentak antara
kepuasan pelanggan dan return on investment di perusahaan manufakturing Swedia.
Perera et al (1997) menemukan bahwa penggunaan ukuran non-keuangan adalah
berhubungan dengan kinerja keuangan yang ditingkatkan untuk perusahaan menyusul
kepuasan pelanggan.Ittner dan Larcker (1998a) menguji hubungan antara kepuasan
pelanggan kepuasan pelanggan dan kinerja perusahaan dengan menggunakan level
pelanggan, unit bisnis, dan tingkat data perusahaan. Mereka menemukan beberapa
bukti bahwa ukuran kepuasan pelanggan level perusahaan berhubungan dengan nilai
pasar perusahaan terkini, tetapi tidak serentak dengan ukuran akuntansi. Behn
dan Riley (1999) menemukan bahwa kepuasan pelanggan adalah berhubungan secara
serentak dengan kinerja keuangan di industri penerbangan di Amerika Serikat. Kontrasnya,
survei Ittner dan Larcker (1998b) menyatakan bahwa beberapa perusahaan tidak
berpengalaman berhubungan signifikan antara pelanggan satifaction dan akuntansi
secara serentak dan market returns. Foster dan Gupta (1997) menemukan hubungan
yang positif, negatif, atau insignifikan antara ukuran kepuasan pelanggan untuk
individual pelanggan dari suatu distributor makanan yang besar. Lalu, hubungan
antara kepuasan pelanggan dan kinerja perusahaan ditemukan secara serentak
insignifikan dan/ atau positif.
Studi
ini fokus pada pengaruh kepuasan pelanggan atas kinerja keuangan unit bisnis,
mengendalikan variabel lainnya. Dengan fokus pada manufaktur unit bisnis,
diharapkan bahwa beberapa kos meningkatkan sampai pada jaminan, litigasi, dan
komplain pelanggan akan lebih rendah lalu berkorespondensi dengan peningkatan
revenue dan profit akan meningkat. Kesimpulannya adalah:
“Kepuasan
pelanggan akan berhubungan secara positif dengan kinerja keuangan.”
Kesimpulan
Untuk
meningkatan kinerja keuangan, manajer produksi dan pemasaran harus
mempertimbangkan quality goal, quality feedback dan quality incentive terhadap
produk sisa, pekerjaan ulang, dan efect yang secara positif akan meningkatkan kualitas
kinerja dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Kualitas kinerja juga akan
berhubungan positif dengan meningkatnya kepuasan pelanggan dalam menggunakan
produk yang dihasilkan. Peningkatan kualitas kinerja sendiri sebagai ukuran
non-keuangan dan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi akan produk pada
akhirnya berhubungan positif dalam meningkatkan kinerja keuangan sebagai ukuran
keuangan yang didasarkan pada meningkatnya tingkat pertumbuhan penjualan, laba
perusahaan, dan return on assets walaupun tidak signifikan hubungannya
Peningkatan
kinerja keuangan, kepuasan pelanggan , kualitas kinerja dan kualitas produk
adalah satu bukti bahwa system pengendalian berjalan dengan baik. Informasi
yang bersumber dari top management tersampaikan dengan baik hingga ke tingkat
operational management. Serta visi misi perusahaan berjalan beriringan dengan
tujuan para pekerjanya.
0 Komentar:
Post a Comment