Wednesday, February 26, 2014

Manajemen Strategi Sector Public : GOVERNANCE DAN GOOD GOVERNANCE

GOVERNANCE DAN GOOD GOVERNANCE
Governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan – urusan publik (Mardiasmo, 2004:17).  Sedangkan menurut World Bank governance adalah “the way state power is used in managing economic and social resources for development of society“, dimana world bank lebih menekankan pada cara yang digunakan dalam mengelola sumber daya ekonomi dan sosial untuk kepentingan pembangunan masyarakat (Mardiasmo,2004:17).
Menurut United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan governance adalah “the exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels“. Dari definisi UNDP tersebut governance memiliki tiga kaki (three legs), yaitu :
1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi terhadap equity, poverty dan quality of live.
2. Political governance adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan.
3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan (Sedarmayanti, 2003:4).
Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha) dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing – masing. state berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik (Sedarmayanti, 2003:5).
Good Governance
UNDP mendefinisikan good governance sebagai “the exercise of political, economic and social resources for development of society“ penekanan utama dari definisi diatas adalah pada aspek ekonomi, politik dan administratif dalam pengelolaan negara.
Pendapat ahli yang lain mengatakan good dalam good governance mengandung dua pengertian sebagai berikut.
Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
Kedua, aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian ini, good governance berorientasi pada :
1. Orientasi ideal, Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen konstituennya seperti : legitimacy (apakah pemerintah) dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyat, accountability (akuntabilitas), securing of human rights autonomy and devolution of power dan assurance of civilian control.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi kedua ini tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien. (Sedarmayanti, 2003:6)
Menurut UNDP karakteristik pelaksanaan good governance meliputi (Mardiasmo,2004:18) :
1. Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta partisipasi secara konstruktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
4. Responsiveness. Lembaga – lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.
5. Consensus of orientation. Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
6. Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
7. Efficiency and effectiveness. Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
8. Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan
9. Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan

      Dari kesembilan karakteristik tersebut, paling tidak terdapat tiga hal yang dapat diperankan oleh akuntansi sektor publik yaitu penciptaan transparansi, akuntabilitas publik dan value for money (economy, efficiency dan effectiveness).

MANAJEMEN STRATEGI
Manajemen merupakan serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling) dan penganggaran (budgeting) (Nawawi, 2003:52).
Unsur – unsur yang ada dalam manajemen tersebut apabila dijabarkan dalam penjelasan adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan (Planning)
Suatu organisasi dapat terdiri atas dua orang atau lebih yang bekerja sama dengan cara yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Perencanaan sebagai salah satu fungsi manajemen mempunyai beberapa pengertian sebagai berikut: (1) Pemilihan dan penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, langkah, kebijaksanaan, program, proyek, metode dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. (2) Pemilihan sejumlah kegiatan untuk diterapkan sebagai keputusan tentang apa yang harus dilakukan, kapan dan bagaimana akan dilakukan serta siapa yang akan melaksanakannya. (3) Penetapan secara sistematis pengetahuan tepat guna untuk mengontrol dan mengarahkan kecenderungan perubahan menuju kepada tujuan yang telah ditetapkan. (4) Kegiatan persiapan yang dilakukan melalui perumusan dan penetapan keputusan, yang berisi langkah – langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Merupakan sistem kerjasama sekelompok orang, yang dilakukan dengan pembidangan dan pembagian seluruh pekerjaan atau tugas dengan membentuk sejumlah satuan atau unit kerja, yang menghimpun pekerjaan sejenis dalam satu – satuan kerja. Kemudian dilanjutkan dengan menetapkan wewenang dan tanggungjawab masing – masing diikuti dengan mengatur hubungan kerja baik secara vertikal maupun horizontal.
3. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan atau penggerakan dilakukan organisasi setelah sebuah organisasi memiliki perencanaan dan melakukan pengorganisasian dengan memiliki struktur organisasi termasuk tersedianya personil sebagai pelaksana sesuai dengan kebutuhan unit atau satuan kerja yang dibentuk.
4. Penganggaran (Budgeting)
Merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting peranannya. Karena fungsi ini berkaitan tidak saja dengan penerimaan, pengeluaran, penyimpanan, penggunaan dan pertanggungjawaban namun lebih luas lagi berhubungan dengan kegiatan tatalaksana keuangan. Kegiatan fungsi anggaran dalam organisasi sektor publik menekankan pada pertanggungjawaban dan penggunaan sejumlah dana secara efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena dana yang dikelola tersebut merupakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada organisasi sektor publik.
5. Pengawasan (Control)
Pengawasan atau kontrol harus selalu dilaksanakan pada organisasi sektor publik. Fungsi ini dilakukan oleh manajer sektor publik terhadap pekerjaan yang dilakukan dalam satuan atau unit kerjanya. Kontrol diartikan sebagai proses mengukur (measurement) dan menilai (evaluation) tingkat efektivitas kerja personil dan tingkat efisiensi penggunaan sarana kerja dalam memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.
Sedangkan strategi yang berasal dari bahasa Yunani strategos atau strategeus dengan kata jamak strategi. Strategos berarti jenderal, namun dalam Yunani kuno sering berarti perwira negara (state officer) dengan fungsi yang luas (Salusu 2003 :85 ). Pendapat yang lain mendefinisikan strategi sebagai kerangka kerja (frame work), teknik dan rencana yang bersifat spesifik atau khusus (Rabin et.al, 2000 : xv). Hamel dan Prahalad dalam Umar (2002) menyebutkan kompetensi inti sebagai suatu hal yang penting. Mereka mendefinisikan strategi menjadi :
Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental ( senantiasa meningkat ) dan terus – menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dengan apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.
Apabila dijadikan satu kesatuan manajemen strategi merupakan pendekatan sistematis untuk memformulasikan, mewujudkan dan monitoring strategi (Toft dalam Rabin et.al 2000:1). Pendapat lain dikemukakan oleh Thompson (2003) .
Manajemen strategi merujuk pada proses manajerial untuk membentuk visi strategi, penyusunan obyektif, penciptaan strategi mewujudkan dan melaksanakan strategi dan kemudian sepanjang waktu melakukan penyesuaian dan koreksi terhadap visi, obyektif strategi dan pelaksanaan tersebut.
Sedangkan Siagian (2004) mendefinisikan manajemen stratejik sebagai berikut :
Serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.
MANAJEMEN STRATEGI SEKTOR PUBLIK
Manajemen strategi tidak hanya digunakan pada sektor swasta tetapi juga sudah diterapkan pada sektor publik. Penerapan manajemen stratejik pada kedua jenis institusi tersebut tidaklah jauh berbeda, hanya pada organisasi sektor publik tidak menekankan tujuan organisasi pada pencarian laba tetapi lebih pada pelayanan. Menurut Anthony dan Young dalam Salusu (2003) penekanan organisasi sektor publik dapat diklasifikasikan ke dalam 7 hal yaitu: (1) Tidak bermotif mencari keuntungan. (2) Adanya pertimbangan khusus dalam pembebanan pajak. (3) Ada kecenderungan berorientasi semata – mata pada pelayanan. (4) Banyak menghadapi kendala yang besar pada tujuan dan strategi. (5) Kurang banyak menggantungkan diri pada kliennya untuk mendapatkan bantuan keuangan (6) Dominasi profesional. (7) Pengaruh politik biasanya memainkan peranan yang sangat penting. Seorang ahli bernama Koteen menambahkan satu hal lagi yaitu less responsiveness bureaucracy dimana menurutnya birokrasi dalam organisasi sektor publik sangat lamban dan berbelit – belit. Sedangkan pada sektor swasta penekanan utamanya pada pencarian keuntungan atau laba dan tentunya kelangsungan hidup organisasi melalui strategi dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk membuktikan perlunya manajemen sektor publik dalam organisasi sektor publik banyak penelitian yang mengupas pentingnya manajemen stratejik pada sektor publik. Penelitian Roberts dan Menker dalam Rabin et.al mengupas mengenai manajemen stratejik pada pemerintah pusat di Amerika Serikat hasilnya mereka megusulkan adanya pendekatan baru dalam manajemen sektor publik yaitu pendekatan generatif selain pendekatan yang sudah ada yaitu pendekatan direktif dan pendekatan adaptif. Pendekatan direktif merupakan pendekatan yang bersifat dari atas ke bawah (top – down) dan lebih sedikit melibatkan anggota dalam organisasi sektor publik. Pendekatan adaptif lebih menekankan pada kebersamaan dalam organisasi dalam menetapkan tujuan pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan pendekatan generatif menekankan pada pentingnya seorang pemimpin (leader) dalam melakukan fungsi penetapan tujuan, pelaksanaan dan evaluasi dengan tidak mengesampingkan anggota lain dalam organisasi sektor publik.
Manajemen stratejik juga sudah diterapkan di Indonesia salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Nawawi (2003) dalam tulisannya Departemen Pendidikan Nasional sebagai organisasi pengelola melakukan proses manajemen stratejik yaitu dengan mengendalikan strategi dan dan pelaksanaan pendidikan nasional yang diwujudkan dalam Sistem Pendidikan Nasional baik secara formal (pendidikan jalur sekolah) maupun pendidikan non formal (pendidikan jalur luar sekolah). Proses manajemen stratejik dilakukan dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yaitu warganegara atau lulusan yang berkualitas dan kompetitif. Selain itu analisis SWOT sebagai salah satu alat dalam manajemen stratejik juga sudah diterapkan dalam sistem pendidikan nasional yaitu dengan adanya pertimbangan sosio kultural yang mewarnai proses dan situasi pendidikan dan berdampak pada lulusan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah masing – masing daerah atau negara.
ANALISIS SWOT SEBAGAI SALAH SATU ALAT MANAJEMEN STRATEGI
Analisis SWOT merupakan salah satu alat dalam manajemen stratejik untuk menentukan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) dalam organisasi. Analisis SWOT diperlukkan dalam penyususnan strategi organisasi agar dapat mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Walaupun analisis SWOT dianggap sebagai suatu hal yang penting namun kadang kala manajer menghadapi masalah dalam analisis ini. Masalah – masalah tersebut adalah :
1. The Missing link Problem, masalah ini timbul karena hilangnya unsur keterkaitan, yaitu gagalnya menghubungkan evaluasi terhadap faktor internal dan evaluasi terhadap faktor eksternal. Kegagalan tersebut akan berimbas pada lahirnya suatu keputusan yang salah yang mungkin saja untuk menghasilkannya sudah memakan biaya yang besar.
2. The Blue Sky Problem, masalah ini identik dengan langit biru dimana langit yang biru selalu mebawa kegembiraan karena cuaca yang cerah. Hal ini menyebabkan pengambil keputusan kadang terlalu cepat dalam menetapkan sesuatu keputusan tanpa mempertimbangkan ketidakcocokan antara faktor internal dan faktor eksternal sehingga meremehkan kelemahan organisasi yang ada dan membesar – besarkan kekuatan dalam organisasi.
3. The Silver Lining Problem, masalah yang berkaitan dengan timbulnya suatu harapan dalam kondisi yang kurang menggembirakan. Hal ini timbul karena pengambil keputusan mengharapkan sesuatu dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Masalah akan timbul apabila pengambil keputusan meremehkan pengaruh dari ancaman lingkungan tersebut.
4. The all Things To All People Problem, suatu falsafah yang dimana pengambil keputusan cenderung untuk memusatkan perhatian pada kelemahan organisasinya. Sehingga banyak waktu yang dihabiskan hanya untuk memeriksa kelemahan yang ada dalam organisasi tanpa melihat kekuatan yang ada dalam organisasi tersebut.
5. The Putting The Cart Before The Horse problem, Mereka memulai untuk menetapkan strategi dan rencana tindak lanjut sebelum menguraikan secara jelas terhadap pilihan strateginya.
Semua kendala diatas haruslah dihindari oleh semua organisasi sektor publik dalam    melakukan analisis SWOT karena sebenarnya analisis SWOT apabila dilakukan dengan tepat sejak awal akan membantu organisasi sektor publik dalam mencapai visi, misi dan tujuan yang ditetapkan.

Kesimpulan

Manajemen strategi sektor publik merupakan salah satu jalan yang terbaik untuk mencapai good governance. Manajemen stratejik sektor publik mengarahkan organisasi sektor publik untuk melakukan perencanaan manajemen dengan mempertimbangkan dengan baik faktor – faktor pendukung dan penghambat dalam organisasi melalui salah satu alat manajemen stratejik yaitu analisis SWOT. Analisis SWOT berusaha untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang ada dalam organisasi kemudian berusaha menterjemahkannya ke dalam suatu strategi utama untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. Apabila analisis SWOT dijalankan dengan baik dari awal hingga akhir akan berguna sebagai salah satu alat dalam manajemen stratejik yang dapat membantu organisasi sektor publik dalam mewujudkan good governance

0 Komentar:

Post a Comment