GOVERNANCE DAN GOOD GOVERNANCE
Governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan – urusan publik
(Mardiasmo, 2004:17). Sedangkan menurut World
Bank governance adalah “the way state power is used in managing economic
and social resources for development of society“, dimana world bank lebih
menekankan pada cara yang digunakan dalam mengelola sumber daya ekonomi dan
sosial untuk kepentingan pembangunan masyarakat (Mardiasmo,2004:17).
Menurut United Nation Development Program (UNDP)
mendefinisikan governance adalah “the exercise of political, economic
and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels“. Dari
definisi UNDP tersebut governance memiliki tiga kaki (three legs),
yaitu :
1. Economic governance meliputi
proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang
memfasilitasi terhadap equity, poverty dan quality of live.
2. Political governance adalah
proses keputusan untuk formulasi kebijakan.
3. Administrative governance adalah
sistem implementasi proses kebijakan (Sedarmayanti, 2003:4).
Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga
domain, yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor
swasta atau dunia usaha) dan society (masyarakat), yang saling
berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing – masing. state berfungsi
menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector menciptakan
pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi
sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk
berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik (Sedarmayanti,
2003:5).
Good Governance
UNDP mendefinisikan good governance sebagai “the
exercise of political, economic and social resources for development of
society“ penekanan utama dari definisi diatas adalah pada aspek ekonomi,
politik dan administratif dalam pengelolaan negara.
Pendapat ahli yang lain mengatakan good dalam good
governance mengandung dua pengertian sebagai berikut.
Pertama, nilai yang
menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
Kedua, aspek
fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan pengertian ini, good governance berorientasi pada :
1. Orientasi ideal, Negara yang
diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada
demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen konstituennya seperti : legitimacy
(apakah pemerintah) dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyat, accountability
(akuntabilitas), securing of human rights autonomy and devolution of
power dan assurance of civilian control.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara
ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan
nasional. Orientasi kedua ini tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai
kompetensi dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik serta administratif
berfungsi secara efektif dan efisien. (Sedarmayanti, 2003:6)
Menurut UNDP karakteristik pelaksanaan good governance meliputi
(Mardiasmo,2004:18) :
1. Participation. Keterlibatan
masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi
tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta
partisipasi secara konstruktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum
yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
3. Transparency. Transparansi
dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan
dengan kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang
membutuhkan.
4. Responsiveness. Lembaga –
lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.
5. Consensus of orientation.
Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
6. Equity. Setiap masyarakat
memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
7. Efficiency and effectiveness.
Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan
berhasil guna (efektif).
8. Accountability. Pertanggungjawaban
kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan
9. Strategic vision.
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan
Dari kesembilan
karakteristik tersebut, paling tidak terdapat tiga hal yang dapat diperankan
oleh akuntansi sektor publik yaitu penciptaan transparansi, akuntabilitas
publik dan value for money (economy, efficiency dan effectiveness).
MANAJEMEN STRATEGI
Manajemen merupakan serangkaian proses yang terdiri atas
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling) dan
penganggaran (budgeting) (Nawawi, 2003:52).
Unsur – unsur yang ada dalam manajemen tersebut apabila dijabarkan
dalam penjelasan adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan (Planning)
Suatu organisasi dapat terdiri atas dua orang atau lebih yang
bekerja sama dengan cara yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.
Perencanaan sebagai salah satu fungsi manajemen mempunyai beberapa pengertian
sebagai berikut: (1) Pemilihan dan penetapan tujuan organisasi dan penentuan
strategi, langkah, kebijaksanaan, program, proyek, metode dan standar yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. (2) Pemilihan sejumlah kegiatan untuk
diterapkan sebagai keputusan tentang apa yang harus dilakukan, kapan dan
bagaimana akan dilakukan serta siapa yang akan melaksanakannya. (3) Penetapan
secara sistematis pengetahuan tepat guna untuk mengontrol dan mengarahkan
kecenderungan perubahan menuju kepada tujuan yang telah ditetapkan. (4)
Kegiatan persiapan yang dilakukan melalui perumusan dan penetapan keputusan,
yang berisi langkah – langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu
pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Merupakan sistem kerjasama sekelompok orang, yang dilakukan dengan
pembidangan dan pembagian seluruh pekerjaan atau tugas dengan membentuk
sejumlah satuan atau unit kerja, yang menghimpun pekerjaan sejenis dalam satu –
satuan kerja. Kemudian dilanjutkan dengan menetapkan wewenang dan tanggungjawab
masing – masing diikuti dengan mengatur hubungan kerja baik secara vertikal
maupun horizontal.
3. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan atau penggerakan dilakukan organisasi setelah sebuah
organisasi memiliki perencanaan dan melakukan pengorganisasian dengan memiliki
struktur organisasi termasuk tersedianya personil sebagai pelaksana sesuai
dengan kebutuhan unit atau satuan kerja yang dibentuk.
4. Penganggaran (Budgeting)
Merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting
peranannya. Karena fungsi ini berkaitan tidak saja dengan penerimaan,
pengeluaran, penyimpanan, penggunaan dan pertanggungjawaban namun lebih luas
lagi berhubungan dengan kegiatan tatalaksana keuangan. Kegiatan fungsi anggaran
dalam organisasi sektor publik menekankan pada pertanggungjawaban dan
penggunaan sejumlah dana secara efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena
dana yang dikelola tersebut merupakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada
organisasi sektor publik.
5. Pengawasan (Control)
Pengawasan atau kontrol harus selalu dilaksanakan pada organisasi
sektor publik. Fungsi ini dilakukan oleh manajer sektor publik terhadap
pekerjaan yang dilakukan dalam satuan atau unit kerjanya. Kontrol diartikan
sebagai proses mengukur (measurement) dan menilai (evaluation) tingkat
efektivitas kerja personil dan tingkat efisiensi penggunaan sarana kerja dalam
memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.
Sedangkan strategi yang berasal dari bahasa Yunani strategos atau
strategeus dengan kata jamak strategi. Strategos berarti
jenderal, namun dalam Yunani kuno sering berarti perwira negara (state
officer) dengan fungsi yang luas (Salusu 2003 :85 ). Pendapat yang lain
mendefinisikan strategi sebagai kerangka kerja (frame work), teknik dan
rencana yang bersifat spesifik atau khusus (Rabin et.al, 2000 : xv). Hamel dan
Prahalad dalam Umar (2002) menyebutkan kompetensi inti sebagai suatu hal yang
penting. Mereka mendefinisikan strategi menjadi :
Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (
senantiasa meningkat ) dan terus – menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut
pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan
demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan
dimulai dengan apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru
dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies).
Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.
Apabila dijadikan satu kesatuan manajemen strategi merupakan pendekatan
sistematis untuk memformulasikan, mewujudkan dan monitoring strategi (Toft
dalam Rabin et.al 2000:1). Pendapat lain dikemukakan oleh Thompson (2003) .
Manajemen strategi merujuk pada proses manajerial untuk membentuk
visi strategi, penyusunan obyektif, penciptaan strategi mewujudkan dan
melaksanakan strategi dan kemudian sepanjang waktu melakukan penyesuaian dan
koreksi terhadap visi, obyektif strategi dan pelaksanaan tersebut.
Sedangkan Siagian (2004) mendefinisikan manajemen stratejik
sebagai berikut :
Serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh
manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.
MANAJEMEN STRATEGI SEKTOR PUBLIK
Manajemen strategi tidak hanya digunakan pada sektor swasta tetapi
juga sudah diterapkan pada sektor publik. Penerapan manajemen stratejik pada
kedua jenis institusi tersebut tidaklah jauh berbeda, hanya pada organisasi
sektor publik tidak menekankan tujuan organisasi pada pencarian laba tetapi
lebih pada pelayanan. Menurut Anthony dan Young dalam Salusu (2003) penekanan
organisasi sektor publik dapat diklasifikasikan ke dalam 7 hal yaitu: (1) Tidak
bermotif mencari keuntungan. (2) Adanya pertimbangan khusus dalam pembebanan
pajak. (3) Ada kecenderungan berorientasi semata – mata pada pelayanan. (4)
Banyak menghadapi kendala yang besar pada tujuan dan strategi. (5) Kurang
banyak menggantungkan diri pada kliennya untuk mendapatkan bantuan keuangan (6)
Dominasi profesional. (7) Pengaruh politik biasanya memainkan peranan yang
sangat penting. Seorang ahli bernama Koteen menambahkan satu hal lagi yaitu less
responsiveness
bureaucracy dimana
menurutnya birokrasi dalam organisasi sektor publik sangat lamban dan berbelit
– belit. Sedangkan pada sektor swasta penekanan utamanya pada pencarian
keuntungan atau laba dan tentunya kelangsungan hidup organisasi melalui
strategi dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk membuktikan perlunya manajemen sektor publik dalam
organisasi sektor publik banyak penelitian yang mengupas pentingnya manajemen
stratejik pada sektor publik. Penelitian Roberts dan Menker dalam Rabin et.al
mengupas mengenai manajemen stratejik pada pemerintah pusat di Amerika Serikat
hasilnya mereka megusulkan adanya pendekatan baru dalam manajemen sektor publik
yaitu pendekatan generatif selain pendekatan yang sudah ada yaitu pendekatan
direktif dan pendekatan adaptif. Pendekatan direktif merupakan pendekatan yang
bersifat dari atas ke bawah (top – down) dan lebih sedikit melibatkan
anggota dalam organisasi sektor publik. Pendekatan adaptif lebih menekankan
pada kebersamaan dalam organisasi dalam menetapkan tujuan pelaksanaan dan
evaluasi. Sedangkan pendekatan generatif menekankan pada pentingnya seorang pemimpin
(leader) dalam melakukan fungsi penetapan tujuan, pelaksanaan dan
evaluasi dengan tidak mengesampingkan anggota lain dalam organisasi sektor
publik.
Manajemen stratejik juga sudah diterapkan di Indonesia salah
satunya adalah dalam bidang pendidikan. Nawawi (2003) dalam tulisannya
Departemen Pendidikan Nasional sebagai organisasi pengelola melakukan proses
manajemen stratejik yaitu dengan mengendalikan strategi dan dan pelaksanaan
pendidikan nasional yang diwujudkan dalam Sistem Pendidikan Nasional baik
secara formal (pendidikan jalur sekolah) maupun pendidikan non formal
(pendidikan jalur luar sekolah). Proses manajemen stratejik dilakukan dengan
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yaitu warganegara atau lulusan yang
berkualitas dan kompetitif. Selain itu analisis SWOT sebagai salah satu alat
dalam manajemen stratejik juga sudah diterapkan dalam sistem pendidikan
nasional yaitu dengan adanya pertimbangan sosio kultural yang mewarnai proses
dan situasi pendidikan dan berdampak pada lulusan yang sesuai dengan kebijakan
pemerintah masing – masing daerah atau negara.
ANALISIS SWOT SEBAGAI SALAH SATU ALAT MANAJEMEN STRATEGI
Analisis SWOT merupakan salah satu alat dalam manajemen stratejik
untuk menentukan kekuatan (strength), kelemahan (weakness),
kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) dalam organisasi.
Analisis SWOT diperlukkan dalam penyususnan strategi organisasi agar dapat
mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Walaupun analisis SWOT dianggap
sebagai suatu hal yang penting namun kadang kala manajer menghadapi masalah
dalam analisis ini. Masalah – masalah tersebut adalah :
1. The Missing link Problem,
masalah ini timbul karena hilangnya unsur keterkaitan, yaitu gagalnya
menghubungkan evaluasi terhadap faktor internal dan evaluasi terhadap faktor
eksternal. Kegagalan tersebut akan berimbas pada lahirnya suatu keputusan yang
salah yang mungkin saja untuk menghasilkannya sudah memakan biaya yang besar.
2. The Blue Sky Problem, masalah
ini identik dengan langit biru dimana langit yang biru selalu mebawa
kegembiraan karena cuaca yang cerah. Hal ini menyebabkan pengambil keputusan
kadang terlalu cepat dalam menetapkan sesuatu keputusan tanpa mempertimbangkan
ketidakcocokan antara faktor internal dan faktor eksternal sehingga meremehkan
kelemahan organisasi yang ada dan membesar – besarkan kekuatan dalam
organisasi.
3. The Silver Lining Problem,
masalah yang berkaitan dengan timbulnya suatu harapan dalam kondisi yang kurang
menggembirakan. Hal ini timbul karena pengambil keputusan mengharapkan sesuatu
dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Masalah akan timbul apabila pengambil
keputusan meremehkan pengaruh dari ancaman lingkungan tersebut.
4. The all Things To All People
Problem, suatu falsafah yang dimana pengambil keputusan cenderung untuk
memusatkan perhatian pada kelemahan organisasinya. Sehingga banyak waktu yang
dihabiskan hanya untuk memeriksa kelemahan yang ada dalam organisasi tanpa
melihat kekuatan yang ada dalam organisasi tersebut.
5. The Putting The Cart Before The
Horse problem, Mereka memulai untuk menetapkan strategi dan rencana tindak
lanjut sebelum menguraikan secara jelas terhadap pilihan strateginya.
Semua kendala diatas haruslah
dihindari oleh semua organisasi sektor publik dalam melakukan analisis SWOT karena sebenarnya
analisis SWOT apabila dilakukan dengan tepat sejak awal akan membantu
organisasi sektor publik dalam mencapai visi, misi dan tujuan yang ditetapkan.
Kesimpulan
Manajemen strategi sektor publik
merupakan salah satu jalan yang terbaik untuk mencapai good governance.
Manajemen stratejik sektor publik mengarahkan organisasi sektor publik untuk
melakukan perencanaan manajemen dengan mempertimbangkan dengan baik faktor –
faktor pendukung dan penghambat dalam organisasi melalui salah satu alat
manajemen stratejik yaitu analisis SWOT. Analisis SWOT berusaha untuk
menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang ada dalam organisasi kemudian
berusaha menterjemahkannya ke dalam suatu strategi utama untuk mencapai visi,
misi dan tujuan organisasi. Apabila analisis SWOT dijalankan dengan baik dari
awal hingga akhir akan berguna sebagai salah satu alat dalam manajemen
stratejik yang dapat membantu organisasi sektor publik dalam mewujudkan good
governance
0 Komentar:
Post a Comment